Stasiun Geofisika Banjarnegara berlokasi di Jalan Raya Banjarmangu Km.12, Desa Kalilunjar Kecamatan Banjarmangu Kab. Banjarnegara – Jawa Tengah.

Lintang : 07o    19,97’ LS

Bujur : 109o  42,58’ BT

Ketinggian  : 608 m

Stasiun Geofisika Banjarnegara didirikan pada tahun 1999, namun secara resmi mulai beroperasi 1 April 2000 dan masuk ke dalam jaringan Stasiun Seismologi Nasional dengan kode BJI. Stasiun Geofisika Banjarnegara di bangun sebagai tindak lanjut dari keputusan Menteri Perhubungan Tahun 1982 dengan nama Stasiun Geofisika Wonosobo, namun karena Stasiun Geofisika Wonosobo berlokasi di kabupaten Banjarnegara, maka mulai tahun anggaran 2003 Stasiun Geofisika Wonosobo berubah nama menjadi Stasiun Geofisika Banjarnegara. Stasiun Banjarnegara secara definitif pertama kali di pimpin oleh bapak Aryo Fauzi, yang kemudian pada bulan Juni 2004 digantikan oleh bapak A.Pudjo Hatmodjo. Bapak Pudjo A. Hatmodjo memimpin Stasiun Geofisika Banjarnegara hingga bulan Februari 2006, kemudian digantikan oleh bapak Akhmad Lani sampai 24 Juni 2015, disusul oleh Ibu Teguh Rahayu, S.Kom, MM dan terakhir mulai 18 Mei tahun 2017 dipimpin oleh bapak Setyoajie Prayoedhie, S.T., dipl.Tsu, M.DM yang bertugas hingga saat ini.

Peralatan pencatat gempa bumi yang pertama kali dioperasikan di Stasiun Geofisika Banjarnegara adalah Short Period Seismograph (SPS-1), kemudian pada bulan Agustus 2000 di modifikasi / dihubungkan ke Digital Seismograf Computer. Namun sensor ini sudah tidak digunakan lagi.

Sebagai tuntutan pelayanan informasi yang cepat, tepat dan akurat maka pada bulan Januari 2004 telah di pasang PC. Drum Digital Seimograf 3 yang di lengkapi dengan software WinSDR, WinQuake dan WGSN Plot. Dengan di operasikannya PC Drum Seismograf stasiun sudah dapat melakukan pengolahan dan analisis data gempa berupa parameter awal dan dapat melakukan lokalisasi/pemetaan gempa yang tercatat. Namun sensor ini sudah tidak digunakan lagi.

Kemudian pada bulan Oktober 2013, Stasiun Geofisika Banjarnegara dipasang sistem monitoring gempa bumi menggunakan jaringan Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) yang dapat menentukan parameter gempa bumi dan mekanisme sumber gempa bumi secara manual dan otomatis. Program tersebut dinamakan JISView. Metode yang digunakan dalam pemodelan mekanisme sumber gempa bumi yaitu dengan impuls pertama gelombang P. Input dari system ini adalah data waveform dari jaringan InaTEWS yang dimasukkan ke dalam sistem menggunakan Protocol Seedlink  melalui internet yang kemudian diproses sehingga dapat melakukan picking secara otomatis. Kemudian hasilnya dijadikan masukan untuk menentukan parameter gempa bumi dan mekanisme sumbernya hanya dalam waktu beberapa detik.

Pengamatan petir dilakukan dengan menggunakan hasil rekaman realtime terhadap kejadian listrik udara oleh software Lightning/2000  yang  dicatat dalam format laporan kejadian listrik udara selama 1 (satu) hari yang terhitung dari pukul 00:00-24:00 waktu setempat. Ini digunakan untuk pengarsipan data kejadian petir untuk selanjutnya diolah untuk pemetaan petir.  Pengamatan petir di stasiun ini mulai dilakukan pada September 2008. Pengamatan hujan menggunakan peralatan penakar hujan tipe OBS dan juga penakar hujan tipe Hellman.    Pengamatan suhu menggunakan 4 termometer yaitu bola basah, bola kering, minimum dan maximum. Kemudian untuk mengukur lamanya penyinaran matahari digunakan alat yang dinamakan perangkat Campbell-Stokes . Terdapat juga anemometer yang digunakan untuk mengukur arah dan kecepatan angin.

Unit Pelaksana Teknis dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Stasiun Geofisika Banjarnegara tidak hanya mempunyai tugas pokok dan fungsi memberikan pelayanan informasi gempa bumi dan pemberian informasi petir tetapi juga melakukan  pengamatan Klimatologi seperti pengamatan suhu, kelembaban, curah hujan, lamanya penyinaran matahari, dan lain sebagainya.